Minggu, 01 September 2013

Mendamba Sakinah

dakwatuna.com - Setiap kita menghadiri upacara pernikahan, kalimat “keluarga sakinah” menjadi kalimat yang selalu kita dengar. Kalimat itu seakan menjadi sebuah paket dalam setiap khutbah nikah, atau ucapan dan doa setiap tamu yang datang, bahkan yang berhalangan hadir, juga mengirim pesan singkat dengan tak lupa menyelipkan dua kata tersebut. Lalu bagaimanakah yang dimaksud keluarga sakinah?
Kalimat tersebut memang dikutip dari sebuah ayat qur’an surat Arrum ayat 21
“Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Ia ciptakan bagimu pasangan-pasangan dari dirimu sendiri agar kamu hidup tenang (litaskunu= sakinah) bersamanya dan dijadikan diantaramu rasa mawaddah wa rohmah (kasih dan sayang) antara mereka berdua. Sesungguhnya yang demikian itu merupakan tanda-tanda kekuasaan bagi orang yang berpikir”.
Lalu di manakah akan ditemukan sakinah itu?
Apakah sakinah didapat pada kecantikan atau kegantengan pasangan suami istri? Kalau sakinah itu dapat diciptakan /dihadirkan oleh pasangan yang cantik dan ganteng, mengapa banyak pasangan artis yang cantik dan ganteng tapi mereka bercerai?
Apakah sakinah itu ditemukan pada ketersediaan harta sebagai persiapan menuju gerbang pernikahan?  Kalau sakinah itu didapat dari  harta, mengapa banyak pasangan orang kaya yang ketika pesta perkawinan menghabiskan ratusan juta rupiah namun rumah tangganya kandas?
Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus kembali kepada Allah sebagai sang maha Pencipta. Allah menciptakan manusia, juga menciptakan perangkat –perangkatnya untuk keberlangsungan hidup manusia baik perangkat keras seperti alam beserta isinya tanah, air udara, tumbuhan, hewan dan sebagainya yang semua disiapkan/ dihamparkan  untuk manusia
Di samping itu Allah juga menyiapkan perangkat-perangkat  lunaknya berupa aturan baku yang berupa Al-Qur’an dan contoh aplikasi pelaksanaannya yaitu Rasulullah dan semua perikehidupannya.
Dari kerangka berpikir seperti ini, ternyata  kehidupan berkeluarga adalah system langit yang diturunkan kepada manusia, karena Allah yang menciptakan manusia maka Allah yang paling tahu tentang makhluk ciptaannya. Sehingga kita harus yakin bahwa Al-Qur’an dijamin pasti cocok dengan kehidupan manusia.
Kembali ke ayat diatas, ternyata Allahlah yang menghadirkan rasa sakinah, mawaddah dan rahmah itu kedalam hati kedua pasangan, bukan karena ganteng/ cantiknya juga bukan karena hartanya.
Bagaimana supaya manusia mendapatkan sakinah, mawaddah wa rahmah sesuai dengan apa yang Allah  janjikan? Tentu  Allah tak pernah ingkar janji.
Lalu sakinah itu apa siiih…? Apakah rumah tangga sakinah itu ga pernah rebut? Suami istri rukuuun terus. Ga pernah berantem?
Kalau ukuran sakinah(ketenangan) diartikan rumah tangga yang rukun ga pernah berantem, saya kira di jagad ini tak akan ditemukan keluarga  yang seperti itu, karena Al-Qur’an banyak sekali bercerita tentang gejolak rumah tangga di masa Rasulullah yang menimbulkan riak-riak gelombang, bahkan terjadi dalam rumah tangga Rasulullah sang Teladan Agung.
Mustahil dalam kehidupan rumah tangga tidak pernah ada konflik, karena sejatinya pernikahan menyatukan dua anak manusia yang berbeda jenis dan berbeda latar belakang kehidupan.  orang yang hidup  bersaudara kakak beradik dari sumber dan latar belakang yang sama  pasti ada masalah. Apatah lagi suami istri. Hanya bedanya adalah bagaimana cara mengelola konflik tersebut sehingga masalah-masalah yang ada tidak menimbulkan guncangan yang dahsyat yang menyebabkan pecahnya bahtera/rumah  tangga.
Lalu bagaimana caranya?
Caranya adalah mengembalikan setiap masalah yang ada kepada rujukan pertama dan utama yaitu Al-Qur’an. Masalah diselesaikan dengan kembali kepada perangkat lunak yang telah Allah sediakan bukan mendahulukan  hawa nafsu.
Kita bisa lihat kisah kecemburuan para istri Rasulullah yang menyebabkan terjadi keributan sampai nabi merasa perlu menyenangkan salah seorang istrinya dengan mengharamkan madu. Padahal madu itu halal bagi manusia. Lalu Allah menegur nabi dengan turunnya surat At-Tahrim sebagai koreksi. Dalam hal ini nabi mencoba menyelesaikan konflik dengan ijtihad sendiri (mengharamkan madu yang disediakan di rumah Zainab salah satu istrinya) demi menyenangkan istri yang lain. (lebih lengkap simak tulisan saya dalam Tafsir surat At-Tahrim)
Kisah lain dalam Al-Qur’an adalah surat Al-Mujadilah (wanita yang menggugat).  Ini bukan cerita gugat cerai, tapi kisah kesabaran seorang shohabiyah bernama Khaulah binti Tsa’labah yang menghadapi perangai buruk suaminya yang tua, miskin, mulutnya usil suka “Ngatain” istri. Cerita berawal ketika suaminya berkata:”kamu seperti punggung ibuku” kalimat seperti ini di masyarakat arab ketika itu disebut “Zihar”. Tidak lama setelah sang suami bicara seperti itu dia menginginkan Khaulah melayaninya untuk “berkumpul”. Namun Khaulah menolak sebelum jelas  apa hokum bagi suami yang “Ngatain” istri seperti punggung ibunya. Maka bertanyalah Khaulah kepada Rasulullah tentang masalah ini. Maka turunlah surat Al Mujadilah.
Menurut ayat tersebut, suami sudah jatuh talak dengan ucapan zihar tersebut. Pelajaran pentingnya adalah jangan bermain-main dengan ucapan cerai/talak karena bisa jatuh hokum Talak walaupun Cuma iseng saja, tanpa niat bercerai.
Apabila ingin rujuk kembali, maka sang suami wajib membatalkannya dengan membayar kafarat, membebaskan budak, atau puasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang miskin. Ujung cerita, karena suaminya sudah tua dan miskin tak mungkin sanggup berpuasa 2bulan berturut turut, tak punya dana untuk membebaskan budak, akhirnya pilihan ketiga yang diambil yaitu memberi makan 60 orang miskin. Inipun suaminya tidak punya harta. Akhirnya dibantu oleh Rasulullah dan Khaulah dengan 2 gantang kurma untuk diberikan kepada orang miskin.
Nah… kita kembali ke soal sakinah. Setiap hamba yang merasa sudah siap untuk berkeluarga, maka jalannya adalah menikah bukan berzina. Karena menikah adalah bagian dari ibadah dan sunnah Rasul yang diajarkan dalam Islam. Orang yang berniat dan berusaha menjalankan perintah Allah, pasti Allah mudahkan jalannya. Sakinah (ketenangan) itu pasti Allah turunkan kepada pasangan tersebut.
Seorang pria sebelum menikah, hidupnya gersang tak punya arah. Apalagi banyak “Zulaiha” yang mencari perhatian pada para “Yusuf”.  Bagi mereka para”Yusuf”, demikian banyak “zulaiha” dengan segala tingkah polahnya, membuat mereka bingung. Hartanya biasanya dihabiskan untuk kesenangan belaka yang kadang jauh dari nilai manfaat, sehingga tidak memberi berkah pada harta itu. Namun ketika dia sudah menikah, hartanya digunakan untuk menafkahi keluarganya dan setiap sen yang dikeluarkan menjadi pahala dan berkah.
Seorang wanita sebelum menikah mungkin sering mencari perhatian lawan jenis dengan cara bicaranya, gaya berpakaiannya dan sebagainya dalam rangka mencari tambatan hati. Begitu sang wanita menikah, dia sudah menemukan pelabuhan jiwanya sehingga semua perilakunya .
Dua hati yang bersatu dalam ikatan pernikahan akan Allah berikan rasa cinta kasih yang akan memberikan ketenangan. Suami tenang meninggalkan rumah karena yakin istrinya akan menjaga diri dan hartanya. Istri tenang melepas suaminya pergi karena yakin suaminya akan mencari nafah untuk keluarganya, dan pasti akan kembali ke rumah.digunakan untuk menyenangkan suaminya.
Keyakinan itu Allah yang turunkan. Setiap ada permasalahan diantara mereka, keduanya berusaha menyelesaikannya, tidak membawa egonya masing-masing tetapi mengembalikan masalah dengan merujuk kepada hukum Allah.
Lalu apa itu Mawaddah?
Mawaddah adalah cinta kasih yang saling memikat sehingga keduanya menjalankan “hubungan suami istri” dalam ikatan yang sah. Darinya Allah menginginkan keberlangsungan kehidupan manusia yang turun temurun. Islam tidak mengenal istilah ayah biologis. Atau anak biologis.  Seorang  anak yang lahir dari pasangan yang diikat secara sah  otomatis bernasab dan berwali kepada ayahnya. Anak yang lahir diluar hubungan yang sah tidak memiliki ayah. Ia hanya bernasab dengan ibunya.
Bagaimana yang terjadi perselingkuhan dan perceraiain? Mengapa Allah tidak turunkan sakinah kepada mereka?
Mungkin pasangan tersebut mengawali pernikahannya bukan berangkat dari keikhlasan untuk mengikuti Sunnah Rasul, untuk beribadah menyempurnakan agama. Mereka mengawalinya dengan hawa nafsu, selama biduk rumah tangga dijalankan, mereka selalu mengutamakan logika dan hawa nafsunya, saling egois, rumah tangga itu kering ruhiyah, sehingga mudah sekali terjadi keributan dari masalah-masalah sepele.
Bagaiman dengan Rahmah?. Karena tiga kata ini terangkum dalam satu ayat, maka otomatis setiap membahas sakinah, dua kata berikutnya turut dibahas.
Sebagaian ulama menafsirkan kata mawaddah adalah  kasih sayang. Karena kata “Mawaddah” juga ada di ayat lain yaitu surat Al-Mumtahanah ayat 1. Sedangkan Rahmah adalah ikatan kasih sayang ketika kedua pasangan sudah memasuki usia lanjut.
Perkawinan adalah ikatan yang diniatkan berlangsung langgeng selama hayat dikandung badan, hanya maut yang bisa memisahkan. Jika pasangan dikaruniai umur panjang, diberi keturunan yang banyak, sholih dan sholihah, maka disini yang dirasa adalah Rahmah. Pasangan itu tetap saling mencintai, mengasihi meski mereka sudah saling berumur, badan sudah ringkih banyak penyakit yang hinggap, wajah sudah keriput tak ada sisa-sisa kecantikan lagi, rambut sudah memutih, gigi sudah ompong. Semua kekurangan itu tidak menyebabkan mereka berpisah, tetap saling menyayangi dan mengasihi. Saling menguatkan dikala duka saling berbagi dikala suka. Kemampuan mereka mempertahankan bahtera rumah tangga itulah rahmah yang Allah turunkan kepada mereka.
Sakinah bukan berarti tak pernah marah pada pasangan, marahlah pada saat pasangan dekat kepada Allah, agar Allah beri petunjuk. Jangan marah pada saat pasangan dekat kepada syetan, karena Syetan bisa menggelincirkan manusia, seperti menggelincirkan Adam dan Hawa.
Yok… mari kita hadirkan Allah dalam keluarga kita supaya Dia turunkan sakinah, mawaddah dan rahmah.

Kamis, 18 Juli 2013

SE BULAN CINTA KITA


Biduk ini akan terus melaju,sayang
Seperti cinta kita pada sang Rabbul Izzati
Biduk ini akan terus berlayar,sayang
Seperti kapal menuju pelabuhan
Sayang ku………..
Dua hari lagi genap sudah
Sebulan biduk rumah tangga kita
Terasa cepat
Berasa belum percaya
Tapi kau sudah menemani sebulan episode hidup ku
Ada banyak tawa dan cerita
Bak bumbu tersedap seantero jagad
Sayang ku……..
Tegur aku di kala alpa
Kuat kan aku di kala lemah
Bimbing aku agar semakin taat pada Nya
Sayang ku…….
Dalam obrolan ringan kita
Kekurangan itu tidak akan pernah ada
Disaat kita mampu bersabar
Dan saling memahami
Sayang ku……….
Terimakasih atas cinta mu pada ku
Istri yang telah diciptakan buat mu
Sungguh ku banyak kekurangan
Tapi ku ingin menyempurnakan cinta ku dengan mu
Semoga keluarga dakwah

 CINTA kita, 06-06-2013 - 06-07-2013

Kamis, 18 April 2013

Arigatou


Melupakanmu, itu berarti membunuh separuh jiwaku
Melupakanmu, itu berarti merampas separuh memoriku
Melupakanmu, itu berarti menenggelamkan separuh asaku.
Kau adalah anugerah terindah yang pernah singgah dalam relung hidupku,
mengisi lorong-lorong hati dengan senyum dan tawamu
Kau adalah bintang dalam langit jiwaku,
menghiasi indahnya langit jiwa dengan sinar kerlip mu yang sejuk dipandang
Kau adalah kumpulan kunang-kunang malam yang berterbangan menyinari malam gelap,
sibuk berterbangan ke sana kian kemari, menghiasi kegelapan yang kini menjadi indah dipandang
Kau, ya kau adalah salah seorang yang pernah menghiasi episode kehidupan ini.
Episode tentang indahnya cinta, indahnya persahabatan, indahnya tawa, canda juga tangis perpisahan.
Karna kehadiranmulah kini putaran waktu kehidupan terasa sempurna kurasa,
melewati berbagai skema, yang tak hanya menyuguhkan keindahan tapi juga perih dan pedih.
Karna kehadiranmulah hati ini menjadi mengerti arti cinta,
mengerti arti perpisahan, pertemuan, arti kebahagiaan juga sakit yang tak dapat terobati.
Hadirmu, membuatku semakin mengerti bahwa inilah hidup yang kujalani,
bahwa inilah perjalanan penuh kejutan
Hadirmu, buatku semakin kuat,
semakin bijak juga semakin teguh dalam menyusuri kehidupan
Terima kasih, Kau pernah menjadi bagian hidupku
Terima kasih, Kau pernah menyuguhkan keindahan untuk hari-hari yang kulewati
Terima kasih, Untuk semua semangat yang pernah kau beri padaku
Terima kasih, Untuk semua tawa dan senyum tulusmu yang selalu menyejukkanku
Untukmu yang selama ini kurindu
Biarkan aku memiliki kenangan bersamamu…. ^_^
Teruntuk semua sahabatku, terima kasih atas kebersamaan yang pernah kita lalui bersama


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/04/18/31615/arigatou/#ixzz2QpDEPV3f 
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Rabu, 27 Februari 2013

AKU


Aku (Chairil Anwar)
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Selasa, 15 Januari 2013

Senja Ku


Baru saja gerimis itu turun
basahi bumi MU yang sudah lama tak dibasahi hujan
bau khas terasa terangkat dari bumiMU
terkadang ku merindukan suasana ini

sore ini kunikmati gerimis itu
dari balik tirai jendela kamarku
sebuah tempat yang paling ku senangi dalam rumah ku
tempat itu juga yang mencerdas kan ku
karena ada banyak buku yang selalu memanggilku untuk terus belajar
disitu jugalah aku mengumpul inspirasi
mengatur strategi untuk hidup lebih baik

Senja ku
ku harap ku tak pernah lewati keindahanmu
damai dan bahagia bersamamu


Senja ku
ku harap kita selalu bisa memadu kasih bersama
mengumpul cinta untuk sang ilahi Rabbi
karena ku tahu Dia jugalah yang menciptkan kita berdua jadi lebih indah

Senin, 14 Januari 2013

Di Jalan Dakwah Aku Pacaran

dakwatuna.com - Di Jalan Dakwah Aku Menikah, sebuah karya Ustadz Cahyadi Takariawan yang menjelaskan secara gamblang tentang pernikahan yang “benar-benar” menjadikan Islam dan dakwah sebagai dasarnya. Namun kali ini bukan itu yang hendak saya bahas, sedikit berbeda: “Di Jalan Dakwah Aku Pacaran”.
Witing tresno jalaran soko kulino
Ungkapan pepatah jawa ini yang secara garis besar dapat diartikan “cinta tumbuh dari tingginya intensitas pertemuan” berlaku umum, baik bagi masyarakat umum maupun mereka yang mendapat label “aktivis dakwah”. Semuanya sama karena pada dasarnya adalah fitrah manusia yang saling menyukai antara lawan jenis.
Pertemuan yang begitu intens di setiap rapat, syura, pembahasan teknis, hingga hubungan dua arah via telepon, SMS, chatting, dsb yang pada akhirnya membuat dua orang, pria dan wanita, merasakan kedekatan yang berbeda. Hingga akhirnya chatting, telepon, SMS, diperpanjang durasinya padahal kebutuhan syar’i sudahlah selesai dibahas. Atau, karena memang masih panjang pembahasan maka menyempatkan waktu untuk bertemu, lama sekali, berdua saja. Seolah terlupa ada pihak ketiga yang senantiasa membisikkan was-was di hati manusia serta seolah terlupa bahwa Allah ‘Azza wa Jalla memandang mereka dengan jelas dan sempurna.
“Kami menjaga hati”, ucap mereka.
Bagaimana mungkin hati terjaga sedangkan raganya tidak? Mata itu intens menatap “dia” yang ada di hadapannya, pikiran itu melayang berangan seandainya “dia” senantiasa berada di sampingnya. Maka entah bagaimana segala macam alasan dan pembenaran dibuat untuk melegalkan segalanya.
Bukankah masih jelas tulisan nasihat dari ‘alim kita, (alm) Ust. Rahmat Abdullah:
Di mana kau letakkan dirimu?
Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau
bergetar dan takut.
Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkau pun berani tampil di depan
seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.
Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga
getarannya tak terasa lagi saat maksiat menggodamu dan engkau menikmatinya?
Ya, lumpur-lumpur dosa yang dilakukan telah membuat hati menjadi beku. Pembenaran yang dicari-cari membuat kebenaran menghindarkan diri, serta maksiat yang dilakukan setiap hari seolah menjadi kebutuhan manusiawi.
Tak ada lagi tembok malu yang menjadi pengangkat kemuliaan, tak ada lagi jiwa yang takut sepenuhnya kepada Illahi Rabbi, serta tak ada lagi pemuda yang kritis dan bergelora karena semangatnya padam termakan kelalaian akhlaqnya. Tak lagi ia berani berkata ini dan itu karena pikirannya kini hanya tentang “si merah jambu”. Tak lagi terlihat dahsyatnya gerak kontribusinya karena jiwa yang alpa menghambat raganya, serta izzah yang biasa terpancar dari matanya redup seketika.
Teringat tulisan Ibnu Qayyim al-Jauzi di dalam buku Miftaahu Daaris-Sa’aadah:
Pada hakikatnya, hati yang selamat adalah hati yang berserah diri kepada Tuhannya, yang menyembah-Nya penuh dengan rasa malu, penuh harap, dan penuh hasrat. Dengan demikian, ia lebur dalam cinta kepada Allah SWT, dan bersih dari segala sesuatu selain Dia. Ia lebur dalam rasa takut kepada-Nya, dan tidak ada rasa takut kepada yang lain. Ia lebur dalam pengharapan kepada-Nya, dan tidak mengharapkan selain Dia. Ia menerima segala perintah-Nya dan perintah Rasul-Nya dengan penuh keimanan dan ketaatan. Ia berserah diri kepada qadha dan qadhar-Nya, sehingga ia tidak berprasangka buruk, menentang, dan marah terhadap segala ketetapan-Nya. Ia berserah diri kepada Tuhannya dengan penuh kepatuhan, kerendahan, kehinaan, dan kehambaannya.
Lalu bagaimana bisa hati itu tetap terjaga jika ia mencintai yang belum layak dicintai, melakukan apa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya dengan berjuta pembenaran, serta mendahului qadha dan qadar Allah seolah tak percaya akan keputusan terbaik-Nya kelak.
Betapa memang kita jauh dari kualitas mulia, saat pemuda Gaza menjaga kesucian mereka dan juga berjihad di jalan Allah Ta’ala, pemuda muslim di Indonesia, yang mendapat (atau tidak) label “kader dakwah”, masih sibuk dengan urusan hati merah jambu.
Betapa jauh!

Panggilan Sayang


Add caption
Ainun,kamu jelek hitam seperti gula jawa.begitulah kira-kira penggalan cerita film "ainun habibi" yang lagi booming di bioskop-bioskop indonesia.dan di momen lain habibi mengatakan kepada istrinya "ainun, gula pasirku".seketika tawa itu pun pecah. sepintas kedengaran lucu. coba kita flashback lagi kisah di film "sang murabbi". sang ustadz mengungkapkan kepada istrinya sepulang berdakwah dengan istilah "sumarnai". sontak istrnya terkejut karena nama asli dari istri ustadz adalah sumarni. maaf kalau tulisan saya dibuka oleh kisah-kisah di film yang nantinya bisa petik ibrohnya. kenapa saya mengawali tulisan saya ini lewat film karena saya ingin mengajak kita semua dalam hidup ini kita butuh panggilan-panggilan sayang. yang salah satu manfaatnya dapat mendekatkan hati diantara pelaku contohnya pasangan suami istri, sahabat, guru,  murid, dan lain-lain. heheheh..jadi ingat SMU dulu ada beberapa guru yang diberi nama-nama yang aneh oleh para siswa. ada ibu ikan laga yang bisanya marah-marah, ibu  the rock yang matanya seperti the rock di acara smackdown, dan ada pula ibu cantik ini karena ibunya memang cantik. tapi kalau yang ini bukan panggilan sayang ya. hehehehhe.

seorang suami mungkin memiliki panggilan sayang pada istrinya begitu juga sebaliknya. yang mana panggilan ini dapat meningkatkan hubungan suami istri jadi lebih harmonis. hehehhe...sok berpengalaman ya. dalam sebuah persahabatan juga demikian. lewat panggilan sayang dapat menguatkan hubungan persahabatan. tentunya pangilan yang dipakai adalah panggilan yang benar-benar disukai oleh keduanya. lewat panggilan sayang tersebut kedua belah pihak apat mencairkan suasana. buat kamu yang belum memiliki panggilan sayang cobalah mnculkan.

inspirasi buyar. hehehehh ^_^

Minggu, 13 Januari 2013

Belajar dalam Jama'ah

Aku mungkin segelintir orang yang bergabung dalam sebuah jama'ah dakwah
begitu juga kamu wahai saudaraku
kita terdiri dari manusia dan watak-watak yang heterogen
karena itu pulalah kita sering menemukan friksi-friksi dalam berjama'ah
saudaraku.....tahukah kamu sesungguhnya hidup berjama'ah itu jauh lebih baik daripada hidup tanpa kebersamaan kita dalam barisan jama'ah ini
akan banyak pelajaran yang kita petik dari setiap kejadian,watak para anggota dalam jama'ah terlebih dalam sistem syuro yang berlaku dalam jama'ah kita
kita ini pembelajar dalam setiap estafet dakwah
tak ada kata berhenti dalam belajar 
tahukah kamu wahai saudaraku
akan banyak friksi-friksi yang akan kita temui selama kebersamaan kita dalam dakwah
tapi jangan pernah berfikir ini sebagai sumber malapetaka dalam sebuah jama'ah
sungguh tidak saudaraku
banyak sudah yang terpental dalam barisan ini
akibat ego masing-masing kita
sehingga dia berubah menjadi jauh lebih buruk
bahkan menjadi kondisi paling terburuk dalam hidupnya
saudaraku...hidup berjama'ah akan mendewasakan kita
masing-masing kita akan ditempa menjadi generasi-generasi tahan banting
dalam hidup berjama'ah ada ukhuwan yang mengikatkan kita
saat gesekan-gesekan itu datang ukhuwah mampu meyejukkan hati kita
hati selalu terbiasa dengan husnudzhon
membumikan budaya tabayyun
subhanalloh....semuanya berjalan sangat indah
dan aku adalah bagian kecil yang hidup dalam jama'ah
lewatnya pula aku terus menjadi generasi pembelajar
belajar dalam jama'ah




maafkan aku
aku juga manusia biasa

Jumat, 11 Januari 2013

Jalan Panjang Bernama Pernikahan


dakwatuna.com - Islam telah menganjurkan kepada manusia untuk menikah, karena di dalamnya ada banyak hikmah. Pernikahan merupakan fitrah setiap manusia. Manusia diciptakan Allah SWT sebagai makhluk yang berpasang-pasangan. Setiap jenis membutuhkan pasangannya. Seorang lelaki membutuhkan wanita, begitu pun sebaliknya, wanita membutuhkan lelaki. Ini adalah fitrah yang berikan kepada manusia.
Islam diturunkan Allah SWT untuk menata hubungan kedua insan agar menghasilkan sesuatu yang positif bagi umat manusia dan tidak membiarkannya berjalan semaunya sehingga menjadi penyebab bencana.
Dalam pandangan Islam, pernikahan adalah akad yang diberkahi. Di mana seorang lelaki menjadi halal bagi seorang wanita begitu pula sebaliknya. Mereka memulai perjalanan hidup berkeluarga yang panjang, dengan saling cinta, tolong menolong dan toleransi.
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya, ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS Ar Rum: 21).
Ayat di atas menunjukkan bahwa Allah SWT ingin menggambarkan hubungan yang sah itu dengan suasana yang penuh menyejukkan, mesra, akrab, kepedulian yang tinggi, saling percaya, pengertian dan penuh kasih sayang.
Tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan ketenangan dalam hidup karena iklim dalam rumah tangga yang penuh dengan kasih sayang dan mesra. Namun, proses membina pernikahan yang sakinah, mawaddah dan warahmah serta bahagia sering tidak semulus yang dibayangkan oleh kebanyakan pasangan.
Dengan adanya pernikahan, hal itu menunjukkan sejauh mana pasangan mampu merundingkan berbagai hal dan seberapa terampil pasangan suami istri itu mampu menyelesaikan konflik. Pasangan suami istri akan menyadari bahwa hal-hal yang berjalan dengan baik pada tahap-tahap awal pernikahan mungkin tidak dapat berfungsi sebaik pada tahap-tahap berikutnya, yakni ketika pasangan suami istri menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan-keterampilan baru dalam hubungan berumah tangga.
Sepanjang perjalanan pernikahan, semua pasangan pasti akan menghadapi tekanan-tekanan baru. Tekanan-tekanan tersebut bisa berasal dari luar pernikahan, bisa juga dari dalam pernikahan itu sendiri, atau bahkan dari hal-hal yang sudah lama terpendam jauh di dalam diri masing-masing pasangan.
Pasangan suami istri harus dapat dan mampu menyesuaikan diri dengan pasangan, untuk hidup harmonis, menyeimbangkan tugas-tugas, karir yang sedang menanjak, membesarkan anak-anak dan memberikan dukungan satu sama lain adalah tugas yang sangat kompleks dilakukan pasangan suami istri.
Banyak pasangan suami istri yang terkejut, saat mereka mendapati bahwa konflik lama belum terselesaikan. Dia akan muncul dari orang tua, saudara kandung, atau di luar pasangan. Mereka akan muncul kepermukaan dalam hubungan pernikahan. Dan setiap konflik tersebut menunjukkan adanya tuntutan yang besar terhadap pasangan suami istri ketika mereka berusaha menghadapi berbagai persoalan, belajar memahami arti pengorbanan pada berbagai tingkatan yang baru dan bagaimana mempercayai orang yang dicintai.
Pernikahan tidak selalu menghasilkan banyak tuntutan bagi orang-orang yang menjalaninya. Orang-orang tua kita terdahulu tidak begitu peduli dengan hal-hal tersebut. Bagi mereka pada umumnya, pernikahan adalah bagian dari kelangsungan hidup. Suami mencari nafkah sedangkan istri merawat rumah dan anak-anak.
Namun, kini berumah tangga kehidupan semakin kompleks, dan tuntutan adanya keintiman dalam pernikahan generasi pendahulu, yaitu orang tua kita tidaklah sebesar tuntutan generasi sekarang. Dewasa ini, pasangan suami istri menginginkan jauh lebih banyak hal dari pernikahan.
Mulai dari kehidupan materialist, fisik yang indah, keilmuan, ras, sosial masyarakat. Harapan-harapan yang lebih tinggi itu, pasangan terkadang lupa pada tanggung jawab masing-masing, oleh karena itu pasangan suami istri sangat perlu mengetahui arti pernikahan.
Ya, karena pernikahan merupakan jalan yang aman bagi manusia untuk menyalurkan naluri seks. Pernikahan dapat memelihara dan menyelamatkan keturunan secara baik dan sah. Di samping itu, pernikahan pada dasarnya menjaga martabat wanita sesuai dengan kodratnya.
Pernikahan juga merupakan suatu ikatan yang kuat dengan perjanjian yang teguh yang ditetapkan di atas landasan niat untuk bergaul antara suami istri dengan abadi. Supaya dapat memetik buah kejiwaan yang telah digariskan oleh Allah dalam Al Quran yaitu ketenteraman, kecintaan dan kebahagiaan. Wallahua’lam.